SEO page contents SEO page contents CUTE NAOMI ~ VIDIO SEX KUNJUNGI KAMI LEBIH BANYAK VIDEO YANG MENARIK HANYA DI WWW.GAJAHQQ.COM DARI AYO BURUAN KUNJUNGI WEBNYA YA NANTI KAMI AKAN SELALU UPDATE :D

Bonus 10% untuk member baru

Friday, September 28, 2018

CUTE NAOMI

CUTE NAOMI STROKES PUSSY FOR REAL ORGASME


VIDIO SEX - Mbak Lia lebih kurang baru 2 minggu bekerja menjadi atasanku menjadi Accounting Manager. Menjadi atasan baru, ia kerap memanggilku ke area kerjanya buat memaparkan overbudget yang berlangsung pada bulan awal kalinya, atau buat memaparkan laporan mingguan yang kubuat. Saya sendiri udah termasuk juga staf senior. Namun mungkin sebab latar belakang pendidikanku kurang memberi dukungan, management akan memutus mengambilnya. Ia datang dari suatu perusahaan konsultan keuangan. 


Usianya kutaksir kurang lebih 25 sampai 30 tahun. Menjadi atasan, awal kalinya kupanggil “Bu”, meski usiaku sendiri 10 tahun di atasnya. Namun atas permintaanya sendiri, satu minggu yang silam, ia menyampaikan lebih sukai apabila di panggil “Mbak”. Mulai saat itu mulai terbina situasi serta pertalian kerja yang hangat, tidaklah terlalu resmi. Terpenting sebab sikapnya yang ramah. Ia kerap langsung menyebutkan namaku, kadangkala apabila tengah bersama-sama kawan kerja yang lain, ia menyebutkan “Pak”.

Serta tiada kusadari juga, diam-diam saya terasa senang serta nyaman apabila melihat parasnya yang cantik serta lembut menarik. Ia memang menarik sebab sepasang bola matanya setiap saat bisa bernar-binar, atau memandang dengan tajam. Namun dibalik itu semua, nyata-nyatanya ia sukai mendikte. Mungkin sebab sudah mendiami jabatan yang cukuplah tinggi dalam umur yang relatif muda, keyakinan dirinya sendiri lantas cukuplah tinggi buat memerintah seorang melakukan apakah yang dibutuhkannya. 




Mbak Lia tetap kenakan pakaian resmi. Ia tetap memakai blus serta rok hitam yang agak menggantung dikit diatas lutut. Apabila tengah ada di area kerjanya, diam-diam saya lantas kerap melihat lekukan pinggulnya saat ia bangun ambil file dari rack folder di belakangnya. Meski sisi bawah roknya lebar, tapi saya bisa menyaksikan pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Benar-benar menarik, tdk besar tapi jelas punyai bentuk membongkah, memaksa mata lelaki menerawang buat mereka-reka keindahannya.

Di dalam area kerjanya yang besar, persis di samping meja kerjanya, ada seperangkat sofa yang kerap dipergunakannya terima tamu-tamu perusahaan. Menjadi Accounting Manager, pasti tetap ada pembicaraan-pembicaraan ‘privacy’ yang bertambah nyaman dijalankan di area kerjanya dibanding di area rapat.

Saya terasa mujur apabila di panggil Mbak Lia buat mengupas kontan flow keuangan di kursi sofa itu. Saya tetap duduk persis di depannya. Andaikata kami ikut serta dalam percakapan yang cukuplah serius, ia tdk mengetahui roknya yang agak terungkap. Di situlah keberuntunganku. Saya bisa melirik sejumlah kulit paha yang berwarna gading. 

Kadangkala lututnya agak dikit terbuka hingga saya berupaya buat melihat ujung pahanya. Namun mataku tetap terbentur dalam kegelapan. Semisalkan saja roknya terungkap tambah tinggi serta ke dua lututnya lebih terbuka, pasti bisa kupastikan apa bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di selama paha sampai ke pangkalnya. 

Apabila ke dua lututnya rapat kembali, lirikanku berubah ke betisnya. Betis yang indah serta bersih. Tertangani. Saat saya terlengah memandang kakinya, mendadak saya dikagetkan oleh pertanyaan Mbak Lia.. 



“Jhony, saya terasa kalau kau kerap melirik menjurus betisku. Apa dugaanku salah? ” Saya terdiam sesaat sembari tersenyum buat sembunyikan jantungku yang mendadak berdebar.

“Jhony, apakah salah dugaanku? ”

“Hmm.., ya, benar Mbak, ” jawabku mengakui, jujur. Mbak Lia tersenyum sembari memandang mataku.

“Mengapa? ”

Saya membisu. Terasa berat menjawab pertanyaan simpel itu. Namun saat menengadah memandang parasnya, kulihat bola matanya berbinar-binar tunggu jawabanku.

“Saya sukai kaki Mbak. Sukai betis Mbak. Indah. Serta.., ” sesudah menarik nafas panjang, kukatakan argumen sebetulnya.

“Saya juga kerap menduga-duga, apa kaki Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu. ”

“Persis seperti yang kuduga, kau tentu berkata jujur, apa yang ada, ” kata Mbak Tia sembari dikit memajukan kursi rodanya.

“Agar kau tdk ingin tahu menduga-duga, bagaimana kalaupun kuberi peluang mengontrolnya sendiri? ”

“Sebuah kehormatan besar untukku, ” jawabku sembari membungkukan kepala, menyengaja dikit bercanda buat mencairkan percakapan yang kaku itu.

“Kompensasinya apakah? ”

“Sebagai perasaan hormat serta sinyal terima kasih, akan kuberikan suatu ciuman. ”

“Bagus, saya sukai. Sisi manakah yang akan kau cium? ”

“Betis yang indah itu! ”

“Hanya suatu ciuman? ”

“Seribu kali lantas saya bersedia. ”

Mbak Tia tersenyum manis dikulum. Ia berupaya manahan tawanya.

“Dan saya yang tentukan dibagian manakah saja yang perlu kau cium, OK? ”

“Deal, my lady! ”

“I like it! ” kata Mbak Lia sembari bangun dari sofa.

Ia ambil langkah ke mejanya lantas menarik kursinya sampai ke luar dari kolong mejanya yang besar. Sesudah menghempaskan pinggulnya diatas kursi kursi kerjanya yang besar serta empuk itu, Mbak Lia tersenyum. Matanya berbinar-binar seakan menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang butuh sanjungan serta favorit.

“Periksalah, Jhony. Berlutut di depanku! ” Saya membisu. Terpana dengar perintahnya.

“Kau tidak akan mengontrolnya, Jhony? ” bertanya Mbak Lia sembari dikit merenggangkan ke dua lututnya.

Sesaat, saya berupaya menghilangkan debar-debar jantungku. Saya belum sempat diperintah begitu. Ditambah lagi diperintah buat berlutut oleh seseorang wanita. Bibir Mbak Lia masih tersenyum saat ia lebih merenggangkan ke dua lututnya.

“Jhony, kau tahu warna apakah yang tersembunyi di pangkal pahaku? ” Saya menggeleng lemah, seakan ada kebolehan yang mendadak merebut sendi-sendi di sekujur tubuhku.

Tatapanku terpaku ke keremangan pada celah lutut Mbak Lia yang meregang. Selanjutnya saya bangun menghampirinya, serta berlutut di depannya. Samping lututku menyentuh karpet. Wajahku menengadah. Mbak Tia masihlah tersenyum. Telapak tangannya menyeka pipiku berulangkali, lantas berubah ke rambutku, serta dikit menghimpit kepalaku biar menunduk menjurus kakinya.

“Ingin tahu warnanya? ” Saya mengangguk tidak berkemampuan.

“Kunci dahulu pintu itu, ” ujarnya sembari menunjuk pintu area kerjanya. Serta dengan taat saya melakukan perintahnya, lalu berlutut kembali di depannya.

Mbak Lia menopangkan kaki kanannya diatas kaki kirinya. Gerakannya lamban seperti bermalas-malasan. Saat tersebut saya memperoleh peluang melihat sampai ke pangkal pahanya. Serta kesempatan ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. Tentu ia memanfaatkan G-String, kataku dalam hati. 

REAL ORGASME

Sebelum paha kanannya serius tertopang diatas paha kirinya, saya masihlah pernah menyaksikan bulu-bulu ikal yang menyembul dari beberapa bagian celana dalamnya. Segitiga tipis yang cuma selebar lebih kurang dua jari itu sangat kecil buat sembunyikan semua bulu yang mengelilingi pangkal pahanya. Bahkan juga pernah kulirik bayangan lipatan bibir dibalik segitiga tipis itu.

“Suka? ” Saya mengangguk sembari membawa kaki kiri Mbak Lia ke atas lututku.

Ujung hak sepatunya merasa agak menyerang. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lantas saya menengadah. Sembari melepas sepatu itu. Mbak Tia mengangguk. Tiada komentar penolakan. Saya menunduk kembali. Mengelus-elus pergelangan kakinya. Kakinya mulus tiada cacat. Nyata-nyatanya betisnya yang berwarna gading itu mulus tiada bulu halus. 

Namun dibagian atas lutut kulihat dikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. Benar-benar kontras dengan warna kulitnya. Saya terpana. Mungkinkah di mulai dari atas lutut sampai.., sampai.. Aah, saya hembuskan nafas. Rongga dadaku mulai merasa sesak. Wajahku benar-benar dekat dengan lututnya. Hembusan nafasku nyata-nyatanya membuat bulu-bulu itu meremang.

“Indah sekali, ” kataku sembari mengelus-elus betisnya. Kenyal.

“Suka, Jhony? ” Saya mengangguk.

“Tunjukkan kalau kau sukai. Beri kalau betisku indah! ”

Saya membawa kaki Mbak Lia dari lututku. Sembari konsisten mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Saya dikit membungkuk supaya bisa mengecup pergelangan kakinya. Pada kecupan yang ke dua, saya menjulurkan lidah supaya bisa mengecup sembari menjilat, mencicip kaki indah itu. Gara-gara kecupanku, Mbak Lia turunkan paha kanan dari paha kirinya. 

Serta tidak menyengaja, kembali mataku terpukau menyaksikan sisi dalam kanannya. Sebab pingin menyaksikan lebih jelas, kugigit sisi bawah roknya lantas menggerakkan kepalaku menjurus perutnya. Saat melepas gigitanku, kudengar tawa terhambat, lantas ujung jari-jari tangan Mbak Lia membawa daguku. Saya menengadah.

“Kurang jelas, Jhony? ” Saya mengangguk.

Mbak Lia tersenyum nakal sembari mengusap-usap rambutku. Lantas telapak tangannya menghimpit sisi belakang kepalaku hingga saya menunduk kembali. Di muka mataku saat ini terpampang keindahan pahanya. Tidak sempat saya menyaksikan paha semulus serta seindah itu. Sisi atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Sisi dalamnya juga ditumbuhi tapi tdk selebat sisi atasnya, serta warna kehitaman itu agak menghilang. Benar-benar kontras dengan pahanya yang berwarna gading.

Saya merinding. Sebab pingin menyaksikan paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya tambah tinggi lagi sembari mengecup sisi dalam lututnya. Serta paha itu makin jelas. Menarik. Di paha sisi belakang mulus tiada bulu. Sebab gemas, kukecup berulang-kali. Kecupan-kecupanku makin lama makin tinggi. Serta saat cuma berjarak lebih kurang selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berubah jadi ciuman yang panas serta basah.

Saat ini hidungku benar-benar dekat dengan segitiga yang menutupi pangkal pahanya. Sebab benar-benar dekat, meski tersembunyi, dengan jelas bisa kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip membayang dibagian tengah segitiga itu. Kebasahan yang dikelilingi rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. Sembari memandang pesona di muka mataku, saya menarik nafas dalam-dalam. Tercium aroma fresh yang membuatku jadi makin tidak berkemampuan. Aroma yang memaksaku terjerat pada ke dua belahlah paha Mbak Lia. Pingin kusergap aroma itu serta menjilat kemulusannya.

Mbak Lia menghempaskan kepalanya ke sandaran kursi. Menarik nafas berulang-kali. Sembari mengusap-usap rambutku, diangkatnya kaki kanannya hingga roknya makin terungkap sampai terhambat diatas pangkal paha.

“Suka Jhony? ”

“Hmm.. Hmm..! ” jawabku bergumam sembari menempatkan ciuman ke betis serta lutut kirinya.


Lantas kuraih pergelangan kaki kanannya, serta letakkan telapaknya di pundakku. Kucium lipatan di belakang lututnya. Mbak Lia menggelinjang sembari menarik rambutku dengan manja. Lantas saat ciuman-ciumanku merambat ke paha sisi dalam serta makin lama makin mendekati pangkal pahanya, merasa tarikan di rambutku makin keras. Serta saat bibirku mulai mengulum rambut-rambut ikal yang menyembul dari balik G-stringnya, mendadak Mbak Lia memajukan kepalaku.

Saya tertegun. Menengadah. Kami sama sama memandang. Tak lama setelahnya, sembari tersenyum merayu, Mbak Lia menarik telapak kakinya dari pundakku. Ia lantas menekuk serta letakkan telapak kaki kanannya di permukaan kursi. Pose yang benar-benar memabukkan. Samping kaki menekuk serta terbuka lebar diatas kursi, serta yang samping lagi menjuntai ke karpet.

0 comments: