SEO page contents SEO page contents HUBUNGAN TERLARANG ~ VIDIO SEX KUNJUNGI KAMI LEBIH BANYAK VIDEO YANG MENARIK HANYA DI WWW.GAJAHQQ.COM DARI AYO BURUAN KUNJUNGI WEBNYA YA NANTI KAMI AKAN SELALU UPDATE :D

Bonus 10% untuk member baru

Thursday, May 10, 2018

HUBUNGAN TERLARANG

HUBUNGAN TERLARANG DENGAN BOS DIKANTOR


VIDIO SEX - Mbak Lia kurang lebih baru 2 minggu bekerja jadi atasanku jadi Accounting Manager. Jadi atasan baru, ia acap kali mengatakanku ke tempat kerjanya buat menjelaskan overbudget yang berjalan pada bln. lebih dahulu, atau buat menjelaskan laporan mingguan yang kubuat. 





Aku sendiri sudah termasuk staf senior. Tapi mungkin saja saja karna latar belakang pendidikanku kurang mendukung, management memutuskan merekrutnya. Ia datang dari satu perusahaan konsultan keuangan.


Usianya kutaksir sekitaran 25 hingga 30 th.. Jadi atasan, lebih dahulu kupanggil “Bu”, meski usiaku sendiri 10 th. di atasnya. Tapi atas permintaanya sendiri, 1 minggu masa dulu, ia mengatakan lebih gemari kalau di panggil “Mbak”. 





Sejak mulai kala itu mulai terbina kondisi dan hubungan kerja yang hangat, tidak sangat resmi. Terutama karna sikapnya yang ramah. Ia acap kali selekasnya menuturkan namaku, adakalanya kalau tengah dengan rekan kerja yang beda, ia menuturkan “Pak”.

BACA JUGA = SEK KEKASIH KU
Serta tak ada kusadari juga, diam-diam aku merasa betah dan nyaman kalau lihat wajahnya yang cantik dan lembut menarik. Ia memang menarik karna sepasang bola matanya sewaktu-waktu dapat bernar-binar, atau melihat dengan tajam. 


Tapi di balik itu semua, kenyataannya ia gemari mendikte. Mungkin saja saja karna telah tempati jabatan yang cukup tinggi dalam usia yang relatif muda, kepercayaan dirinya juga cukup tinggi buat menyuruh seseorang lakukan apa yang diidamkannya.

MBAK LIA YANG SEKSI


Mbak Lia selalu gunakan baju resmi. Ia selalu gunakan blus dan rok hitam yang agak menggantung sedikit di atas lutut. Apabila tengah berada di tempat kerjanya, diam-diam aku juga acap kali lihat lekukan pinggulnya waktu ia bangkit ambillah file dari rak folder di belakangnya. 


Meskipunpun bagian bawah roknya lebar, tetapi aku dapat simak pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Demikian menarik, tidak besar tetapi jelas miliki bentuk membongkah, memaksa mata lelaki menerawang buat mereka-reka keindahannya. sakong-klik-qq-728. gif


Di dalam tempat kerjanya yang besar, persis di samping meja kerjanya, ada seperangkat sofa yang acap kali dipergunakannya terima tamu-tamu perusahaan. Jadi Accounting Manager, tentu selalu terdapat banyak pembicaraan ‘privacy’ yang lebih nyaman diselesaikan di tempat kerjanya daripada di tempat rapat. 


Aku merasa mujur kalau di panggil Mbak Lia buat membicarakan kontan flow keuangan di kursi sofa itu. Aku selalu duduk persis di depannya. Apabila kami turut dan dalam pembicaraan yang cukup serius, ia tidak jelas roknya yang agak tersingkap. 


Di situlah keberuntunganku. Aku dapat melirik sebagian kulit paha yang berwarna gading. Kadang-kadang lututnya agak sedikit terbuka sampai aku berusaha buat mengintip ujung pahanya. Tapi mataku selalu terbentur dalam kegelapan. 


Contoh saja roknya tersingkap lebih tinggi dan ke-2 lututnya lebih terbuka, pastinya akan kupastikan apakah bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di sepanjang paha hingga ke pangkalnya. Apabila ke-2 lututnya rapat kembali, lirikanku berpindah ke betisnya. Betis yang indah dan bersih. Teratasi. Waktu aku terlena melihat kakinya, mendadak aku dikejutkan oleh pertanyaan Mbak Lia.. 


“Jhony, aku merasa apabila kau acap kali melirik ke arah betisku. Apakah sangkaanku salah? ” Aku terdiam sebentar sambil tersenyum buat menyembunyikan jantungku yang mendadak berdebar.


“Jhony, salahkah sangkaanku? ”

“Hmm.., ya, benar Mbak, ” jawabku mengaku, jujur. Mbak Lia tersenyum sambil melihat mataku.

“Mengapa? ”


Aku membisu. Merasa demikian berat menjawab pertanyaan sederhana itu. Tapi waktu menengadah melihat wajahnya, kulihat bola matanya berbinar-binar menunggu jawabanku.


“Saya gemari kaki Mbak. Gemari betis Mbak. Indah. Serta.., ” setelah menarik nafas panjang, kukatakan alasan sebenarnya.

“Saya juga acap kali menduga-duga, apakah kaki Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu. ”

“Persis seperti yang kuduga, kau semestinya berkata jujur, apa yang ada, ” kata Mbak Tia sambil sedikit mendorong kursi rodanya.

“Agar kau tidak penasaran menduga-duga, bagaimana apabila kuberi kesempatan memeriksanya sendiri? ”

“Sebuah kehormatan besar untukku, ” jawabku sambil membungkukan kepala, punya niat sedikit bercanda buat mencairkan pembicaraan yang kaku itu.


“Kompensasinya apa? ”

“Sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih, akan kuberikan satu ciuman. ”

“Bagus, aku gemari. Bagian mana yang akan kau cium? ”

“Betis yang indah itu! ”

“Hanya satu ciuman? ”

“Seribu kali juga aku bersedia. ”

Mbak Tia tersenyum manis dikulum. Ia berusaha manahan tawanya.

“Dan aku yang meyakinkan di bagian mana saja yang butuh kau cium, OK? ”

“Deal, my lady! ”

“I like it! ” kata Mbak Lia sambil bangkit dari sofa.

BOSKU YANG NAKAL


Ia ambil langkah ke mejanya seterusnya menarik kursinya hingga ke luar dari kolong mejanya yang besar. Sesudah menghempaskan pinggulnya di atas kursi kursi kerjanya yang besar dan empuk itu, Mbak Lia tersenyum. Matanya berbinar-binar seolah menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang membutuhkan sanjungan dan pujaan.


“Periksalah, Jhony. Berlutut di depanku! ” Aku membisu. Terpana mendengar perintahnya.

“Kau tidak pingin memeriksanya, Jhony? ” menanyakan Mbak Lia sambil sedikit merenggangkan ke-2 lututnya.


Sebentar, aku berusaha meredakan debar-debar jantungku. Aku belum pula pernah juga diperintah seperti sama itu. Terutama diperintah buat berlutut oleh seorang wanita. Bibir Mbak Lia masih tetap tersenyum waktu ia lebih merenggangkan ke-2 lututnya. 


“Jhony, kau tahu warna apa yang tersembunyi di pangkal pahaku? ” Aku menggeleng lemah, seolah ada kekuatan yang mendadak merampas sendi-sendi di sekujur tubuhku.


Tatapanku terpaku ke dalam keremangan di antara celah lutut Mbak Lia yang meregang. Selanjutnya aku bangkit menghampirinya, dan berlutut di depannya. Samping lututku menyentuh karpet. Wajahku menengadah. Mbak Tia tetap masih tersenyum. Telapak tangannya mengusap pipiku demikian kali, seterusnya berpindah ke rambutku, dan sedikit menekan kepalaku agar menunduk ke arah kakinya.


“Ingin tahu warnanya? ” Aku mengangguk tidak berdaya.

“Kunci dulu pintu itu, ” katanya sambil menunjuk pintu tempat kerjanya. Serta dengan patuh aku lakukan perintahnya, lantas berlutut kembali di depannya.


Mbak Lia menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Gerakannya lambat seperti bermalas-malasan. Ketika itu aku meraih kesempatan lihat hingga ke pangkal pahanya. Serta peluang ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. 


Tentu ia memakai G-String, kataku dalam hati. Sebelumnya paha kanannya benar-benar tertopang di atas paha kirinya, aku tetap masih sempat simak bulu-bulu ikal yang menyembul dari beberapa sisi celana dalamnya. Segitiga tipis yang hanya selebar kira-kira dua jari itu begitu kecil buat menyembunyikan semua bulu yang melingkari pangkal pahanya. Bahkan juga pernah juga kulirik bayangan lipatan bibir di balik segitiga tipis itu.


“Suka? ” Aku mengangguk sambil mengangkat kaki kiri Mbak Lia ke atas lututku.


Ujung hak sepatunya berasa agak menusuk. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lantas aku menengadah. Sambil melepas sepatu itu. Mbak Tia mengangguk. Tak ada komentar penolakan. Aku menunduk kembali. Mengelus-elus pergelangan kakinya. 


Kakinya mulus tak ada cacat. Nyatanya betisnya yang berwarna gading itu mulus tak ada bulu halus. Tapi di bagian atas lutut kulihat sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. Demikian kontras dengan warna kulitnya. Aku terpana. 


Mungkinkah mulai dari atas lutut hingga.., hingga.. Aah, aku hembuskan nafas. Rongga dadaku mulai berasa sesak. Wajahku demikian dekat dengan lututnya. Hembusan nafasku kenyataannya buat bulu-bulu itu meremang.


“Indah sekali, ” kataku sambil mengelus-elus betisnya. Kenyal.

“Suka, Jhony? ” Aku mengangguk.

“Tunjukkan apabila kau gemari. Tunjukkan apabila betisku indah! ”


Aku mengangkat kaki Mbak Lia dari lututku. Sambil tetaplah mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Aku sedikit membungkuk agar dapat mengecup pergelangan kakinya. Pada kecupan yang ke-2, aku menjulurkan lidah agar dapat mengecup sambil menjilat, mencicipi kaki indah itu. Karena kecupanku, Mbak Lia turunkan paha kanan dari paha kirinya. 


Serta tidak punya niat, kembali mataku mengagumi akan simak bagian dalam kanannya. Karna inginkan simak lebih jelas, kugigit bagian bawah roknya seterusnya menggerakkan kepalaku ke arah perutnya. Waktu melepas gigitanku, kudengar tawa tertahan, seterusnya ujung jari-jari tangan Mbak Lia mengangkat daguku. Aku menengadah.


“Kurang jelas, Jhony? ” Aku mengangguk.


Mbak Lia tersenyum nakal sambil mengusap-usap rambutku. Lantas telapak tangannya menekan bagian belakang kepalaku sampai aku menunduk kembali. Didepan mataku sekarang terpampang keindahan pahanya. Tidak pernah aku simak paha semulus dan seindah itu. 


Bagian atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Bagian dalamnya juga ditumbuhi tetapi tidak selebat bagian atasnya, dan warna kehitaman itu agak memudar. Demikian kontras dengan pahanya yang berwarna gading.


Aku merinding. Karna inginkan simak paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya lebih tinggi lagi sambil mengecup bagian dalam lututnya. Serta paha itu semakin jelas. Menarik. Di paha bagian belakang mulus tak ada bulu. Karna gemas, kukecup berulang-kali. Kecupan-kecupanku semakin lama semakin tinggi. Serta waktu hanya berjarak kira-kira selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berpindah jadi ciuman yang panas dan basah.


Waktu ini hidungku demikian dekat dengan segitiga yang menutupi pangkal pahanya. Karna demikian dekat, meski tersembunyi, dengan jelas dapat kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip membayang di bagian tengah segitiga itu. Kebasahan yang dikelilingi rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. 


Sambil melihat pesona didepan mataku, aku menarik nafas dalam-dalam. Tercium aroma fresh yang membuatku jadi semakin tidak berdaya. Aroma yang memaksaku terperdaya di antara ke-2 belah paha Mbak Lia. Inginkan kusergap aroma itu dan menjilat kemulusannya.

0 comments: