SEO page contents SEO page contents HUBUNGAN TERLARANG ~ VIDIO SEX KUNJUNGI KAMI LEBIH BANYAK VIDEO YANG MENARIK HANYA DI WWW.GAJAHQQ.COM DARI AYO BURUAN KUNJUNGI WEBNYA YA NANTI KAMI AKAN SELALU UPDATE :D

Bonus 10% untuk member baru

Sunday, May 6, 2018

HUBUNGAN TERLARANG

HUBUNGAN TERLARANG DENGAN BOS DIKANTOR



VIDIO SEX - Mbak Lia sekitar baru 2 minggu bekerja jadi atasanku jadi Accounting Manager. Jadi atasan baru, ia sering kali memanggilku ke ruang kerjanya untuk memaparkan overbudget yang berjalan pada bln. lebih dahulu, atau untuk memaparkan laporan mingguan yang kubuat. 






Aku sendiri sudah juga termasuk staf senior. Tapi mungkin saja saja karna latar belakang pendidikanku kurang mendukung, management menentukan merekrutnya. Ia datang dari satu perusahaan konsultan keuangan.


Usianya kutaksir sekitaran 25 hingga 30 th.. Jadi atasan, lebih dahulu kupanggil “Bu”, meski usiaku sendiri 10 th. di atasnya. Tapi atas permintaanya sendiri, 1 minggu masa dulu, ia katakan lebih gemari jikalau di panggil “Mbak”. 


Sejak mulai masa itu mulai terbina kondisi dan pertalian kerja yang hangat, tidak sangat resmi. Terlebih karna sikapnya yang ramah. Ia sering kali selekasnya menyebutkan namaku, terkadang jikalau tengah dengan relasi kerja yang beda, ia menyebutkan “Pak”. 






Dan tiada kusadari juga, diam-diam aku merasa betah dan nyaman jikalau lihat wajahnya yang cantik dan lembut menarik. Ia memang menarik karna sepasang bola matanya setiap waktu dapat bernar-binar, atau melihat dengan tajam. 


Tapi di balik itu semua, kenyataannya ia gemari mendikte. Mungkin saja saja karna telah tempati jabatan yang cukup tinggi dalam usia yang relatif muda, kepercayaan dirinya juga cukup tinggi untuk menyuruh seseorang laksanakan apa yang diinginkannya.


Mbak Lia terus-menerus pakai kemeja resmi. Ia terus-menerus pakai blus dan rok hitam yang agak menggantung sedikit di atas lutut. Apabila tengah berada di ruang kerjanya, diam-diam aku juga sering kali lihat lekukan pinggulnya selagi ia bangkit ambillah file dari rak folder di belakangnya. 


Meskipun bagian bawah roknya lebar, tetapi aku dapat tengok pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Begitu menarik, tidak besar tetapi jelas punyai bentuk membongkah, memaksa mata lelaki menerawang untuk mereka-reka keindahannya. sakong-klik-qq-728. gif


Di dalam ruang kerjanya yang besar, persis di samping meja kerjanya, ada seperangkat sofa yang sering kali dipergunakannya terima tamu-tamu perusahaan. Jadi Accounting Manager, tentunya terus-menerus terdapat banyak pembicaraan ‘privacy’ yang lebih nyaman dijalankan di ruang kerjanya daripada di ruang rapat.


Aku merasa mujur jikalau di panggil Mbak Lia untuk membahas kontan flow keuangan di kursi sofa itu. Aku terus-menerus duduk persis di depannya. Apabila kami turut dan dalam pembicaraan yang cukup serius, ia tidak menyadari roknya yang agak tersingkap. 


BOS DIKANTOR



Di situlah keberuntunganku. Aku dapat melirik sebagian kulit paha yang berwarna gading. Terkadang lututnya agak sedikit terbuka sampai aku berusaha untuk mengintip ujung pahanya. Tapi mataku terus-menerus terbentur dalam kegelapan. 


Contoh saja roknya tersingkap lebih tinggi dan ke-2 lututnya lebih terbuka, pastinya akan kupastikan apakah bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di sepanjang paha hingga ke pangkalnya. Apabila ke-2 lututnya rapat kembali, lirikanku berpindah ke betisnya. Betis yang indah dan bersih. Tertangani. Saat aku terlena melihat kakinya, mendadak aku dikejutkan oleh pertanyaan Mbak Lia.. 


“Jhony, aku merasa bila kau sering kali melirik ke arah betisku. Apakah sangkaanku salah? ” Aku terdiam sebentar sambil tersenyum untuk menyembunyikan jantungku yang mendadak berdebar.


“Jhony, salahkah sangkaanku? ”


“Hmm.., ya, benar Mbak, ” jawabku mengaku, jujur. Mbak Lia tersenyum sambil melihat mataku.


“Mengapa? ”


Aku membisu. Merasa saat berat menjawab pertanyaan sederhana itu. Tapi selagi menengadah melihat wajahnya, kulihat bola matanya berbinar-binar menunggu jawabanku.


“Saya gemari kaki Mbak. Gemari betis Mbak. Indah. Dan.., ” sehabis menarik nafas panjang, kukatakan alasan sebenarnya.


“Saya juga sering kali menduga-duga, apakah kaki Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu. ”


“Persis seperti yang kuduga, kau semestinya berkata jujur, apa yang ada, ” kata Mbak Tia sambil sedikit mendorong kursi rodanya.


“Agar kau tidak penasaran menduga-duga, bagaimana apabila kuberi kesempatan memeriksanya sendiri? ”


“Sebuah kehormatan besar untukku, ” jawabku sambil membungkukan kepala, punya niat sedikit bercanda untuk mencairkan pembicaraan yang kaku itu.


“Kompensasinya apa? ”


“Sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih, juga kuberikan satu ciuman. ”


“Bagus, aku gemari. Sisi mana yang juga kau cium? ”


“Betis yang indah itu! ”


“Hanya satu ciuman? ”

“Seribu kali juga aku bersedia. ”


Mbak Tia tersenyum manis dikulum. Ia berusaha manahan tawanya.


“Dan aku yang meyakinkan di bagian mana saja yang butuh kau cium, OK? ”


“Deal, my lady! ”


“I like it! ” kata Mbak Lia sambil bangkit dari sofa.


Ia ambil langkah ke mejanya lalu menarik kursinya hingga ke luar dari kolong mejanya yang besar. Sesudah menghempaskan pinggulnya di atas kursi kursi kerjanya yang besar dan empuk itu, Mbak Lia tersenyum. Matanya berbinar-binar seolah menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang membutuhkan sanjungan dan favorit.


“Periksalah, Jhony. Berlutut di depanku! ” Aku membisu. Terpana mendengar perintahnya.


“Kau tak mau memeriksanya, Jhony? ” ajukan pertanyaan Mbak Lia sambil sedikit merenggangkan ke-2 lututnya.


Sebentar, aku berusaha meredakan debar-debar jantungku. Aku belum juga sempat juga diperintah sama seperti itu. Terlebih diperintah untuk berlutut oleh seorang wanita. Bibir Mbak Lia masih tetap tersenyum selagi ia lebih merenggangkan ke-2 lututnya.


“Jhony, kau tahu warna apa yang tersembunyi di pangkal pahaku? ” Aku menggeleng lemah, seolah ada kekuatan yang mendadak merampas sendi-sendi di sekujur tubuhku.


Tatapanku terpaku ke dalam keremangan di antara celah lutut Mbak Lia yang meregang. Selanjutnya aku bangkit menghampirinya, dan berlutut di depannya. Samping lututku menyentuh karpet. Wajahku menengadah. Mbak Tia masih tersenyum. Telapak tangannya mengusap pipiku demikian kali, lalu berpindah ke rambutku, dan sedikit menekan kepalaku agar menunduk ke arah kakinya.


“Ingin tahu warnanya? ” Aku mengangguk tidak berdaya.


“Kunci dulu pintu itu, ” katanya sambil menunjuk pintu ruang kerjanya. Dan dengan patuh aku laksanakan perintahnya, lantas berlutut kembali di depannya.


Mbak Lia menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Gerakannya lambat seperti bermalas-malasan. Saat itu aku mendapatkan kesempatan lihat hingga ke pangkal pahanya. Dan peluang ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. 


Tentu ia memakai G-String, kataku dalam hati. Terlebih dulu paha kanannya nyata-nyata tertopang di atas paha kirinya, aku masih sempat tengok bulu-bulu ikal yang menyembul dari beberapa sisi celana dalamnya. 


Segitiga tipis yang cuman selebar lebih kurang dua jari itu benar-benar kecil untuk menyembunyikan semua bulu yang melingkari pangkal pahanya. Bahkan juga sempat juga kulirik bayangan lipatan bibir di balik segitiga tipis itu.


“Suka? ” Aku mengangguk sambil mengangkat kaki kiri Mbak Lia ke atas lututku. 


Ujung hak sepatunya merasakan agak menusuk. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lantas aku menengadah. Sambil melepas sepatu itu. Mbak Tia mengangguk. Tak ada komentar penolakan. Aku menunduk kembali.


HUBUNGAN TERLARANG



Mengelus-elus pergelangan kakinya. Kakinya mulus tiada cacat. Kenyataannya betisnya yang berwarna gading itu mulus tiada bulu halus. Tapi di bagian atas lutut kulihat sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. 


Begitu kontras dengan warna kulitnya. Aku terpana. Mungkinkah dari dimulai atas lutut hingga.., hingga.. Aah, aku hembuskan nafas. Rongga dadaku mulai merasakan sesak. Wajahku saat dekat dengan lututnya. Hembusan nafasku kenyataannya buat bulu-bulu itu meremang.


“Indah sekali, ” kataku sambil mengelus-elus betisnya. Kenyal.


“Suka, Jhony? ” Aku mengangguk.


“Tunjukkan bila kau gemari. Tunjukkan bila betisku indah! ”


Aku mengangkat kaki Mbak Lia dari lututku. Sambil tetaplah mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Aku sedikit membungkuk agar dapat mengecup pergelangan kakinya. Pada kecupan yang ke-2, aku menjulurkan lidah agar dapat mengecup sambil menjilat, mencicipi kaki indah itu. Karna kecupanku, Mbak Lia turunkan paha kanan dari paha kirinya. 


Dan tidak punya niat, kembali mataku terpesona tengok bagian dalam kanannya. Karna menghendaki tengok lebih jelas, kugigit bagian bawah roknya lalu menggerakkan kepalaku ke arah perutnya. Saat melepas gigitanku, kudengar tawa tertahan, lalu ujung jari-jari tangan Mbak Lia mengangkat daguku. Aku menengadah.


“Kurang jelas, Jhony? ” Aku mengangguk.


Mbak Lia tersenyum nakal sambil mengusap-usap rambutku. Lantas telapak tangannya menekan bagian belakang kepalaku sampai aku menunduk kembali. Didepan mataku sekarang ini terpampang keindahan pahanya. 


Tidak pernah aku tengok paha semulus dan seindah itu. Sisi atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Sisi dalamnya juga ditumbuhi tetapi tidak selebat bagian atasnya, dan warna kehitaman itu agak memudar. Begitu kontras dengan pahanya yang berwarna gading.


Aku merinding. Karna menghendaki tengok paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya lebih tinggi lagi sambil mengecup bagian dalam lututnya. Dan paha itu semakin jelas. Menarik. Di paha bagian belakang mulus tiada bulu. 


Karna gemas, kukecup beberapa kali. Kecupan-kecupanku semakin lama semakin tinggi. Dan selagi cuman berjarak lebih kurang selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berpindah jadi ciuman yang panas dan basah.


Sekarang ini hidungku saat dekat dengan segitiga yang menutupi pangkal pahanya. Karna saat dekat, meski tersembunyi, dengan jelas dapat kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip membayang di bagian tengah segitiga itu. 


Kebasahan yang dikelilingi rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. Sambil melihat pesona didepan mataku, aku menarik nafas dalam-dalam. Tercium aroma fresh yang membuatku jadi semakin tidak berdaya. Aroma yang memaksaku terjerat di antara ke-2 belah paha Mbak Lia. Menginginkan kusergap aroma itu dan menjilat kemulusannya.


Mbak Lia menghempaskan kepalanya ke sandaran kursi. Menarik nafas beberapa kali. Sambil mengusap-usap rambutku, diangkatnya kaki kanannya sampai roknya semakin tersingkap hingga tertahan di atas pangkal paha. 


“Suka Jhony? ”


“Hmm.. Hmm..! ” jawabku bergumam sambil menggantikan ciuman ke betis dan lutut kirinya.


Lantas kuraih pergelangan kaki kanannya, dan meletakkan telapaknya di pundakku. Kucium lipatan di belakang lututnya. Mbak Lia menggelinjang sambil menarik rambutku dengan manja. Lantas selagi ciuman-ciumanku merambat ke paha bagian dalam dan semakin lama semakin mendekati pangkal pahanya, merasakan tarikan di rambutku semakin keras. Dan selagi bibirku mulai mengulum rambut-rambut ikal yang menyembul dari balik G-stringnya, mendadak Mbak Lia mendorong kepalaku.


Aku tertegun. Menengadah. Kami saling melihat. Tak lama kemudian, sambil tersenyum menggoda, Mbak Lia menarik telapak kakinya dari pundakku. Ia lalu menekuk dan meletakkan telapak kaki kanannya di permukaan kursi. Pose yang saat memabukkan. Samping kaki menekuk dan terbuka lebar di atas kursi, dan yang samping lagi menjuntai ke karpet.


“Suka Jhony? ”


“Hmm.. Hmm..! ”


“Jawab! ”


“Suka sekali! ”


Pemandangan itu tidak lama. Mendadak saja Mbak Tia merapatkan ke-2 pahanya sambil menarik rambutku.


“Nanti ada yang tengok bayangan kita dari balik kaca. Masuk ke dalam, Jhony, ” katanya sambil menunjuk kolong mejanya.


Aku terkesima. Mbak Tia merenggut bagian belakang kepalaku, dan menariknya perlahan. Aku tidak berdaya. Tarikan perlahan itu tidak bisa kutolak. Lantas Mbak Lia mendadak buka ke dua pahanya dan mendaratkan mulut dan hidungku di pangkal paha itu. 


Kebasahan yang terselip di antara ke-2 bibir kewanitaan nampak semakin jelas. Makin basah. Dan di situlah hidungku mendarat. Aku menarik nafas untuk hirup aroma yang saat berikan kesegaran. Aroma yang sedikit seperti daun pandan tetapi mampu membius saraf-saraf di rongga kepala.


“Suka Jhony? ” 


“Hmm.. Hmm..! ”


“Sekarang masuk ke dalam! ” ulangnya sambil menunjuk kolong mejanya.


Aku merangkak ke kolong mejanya. Aku sudah tidak dapat berpikir waras. Tidak peduli dengan semuanya kegilaan yang tengah berjalan. Tidak peduli dengan etika, dengan sebagian norma bercinta, dengan sakral dalam percintaan. 


Aku cuman peduli dengan ke-2 belah paha mulus yang juga menjepit leherku, jari-jari tangan lentik yang juga menjambak rambutku, telapak tangan yang juga menekan bagian belakang kepalaku, aroma semerbak yang juga menerobos hidung dan penuhi rongga dadaku. 


Kelembutan dan kehangatan dua buah bibir kewanitaan yang menjepit lidahku, dan tetes-tetes birahi dari bibir kewanitaan yang butuh kujilat beberapa kali agar selanjutnya dihadiahi segumpal lendir orgasme yang sangat menghendaki kucucipi.


Di kolong meja, Mbak Lia buka ke-2 belah pahanya lebar-lebar. Aku mengulurkan tangan untuk meraba celah basah di antara pahanya. Tapi ia menepis tanganku.

0 comments: